PDAM : Antara Untung dan Rugi

LAPSUS Edisi Maret 2016 


Tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo dirasa Masih Memberatkan.
Perlu ada kajian mendalam agar perusahaan daerah tetap untung dan pelanggan tidak merasa dirugikan

Murni tak tenang dan serba salah. Sudah dua hari ini  empat tagihan disodorkan kehadapannya. Mulai dari tagihan listrik, tagihan biaya sekolah anak bungsunya. Hanya sebentar Ia tenang, kemudian meresah lagi, karena anak pertamanya juga menyodorkan tagihan biaya kuliah. Sebab,  sudah ditarik untuk segera membayar semester genap. Bahkan, yang menambah beban lagi adalah tagihan pembayaran perusahaan daerah air minum. 
Sejak menerima kabar tagihan itu, Murni yang hanya mengandalkan tenaganya itu langsung mencari akal. Ia segera meminjam uang dari saudaranya. “Solusinya pinjam saudara, karena penghasilan tidak sesuai dengan pengeluaran mas,” tuturnya sembari  bola matanya berkaca-kaca.  
Keresahan Murni mulai hilang. Sebab, sudah mendapatkan pinjaman dan bisa membayar beberapa tagihan. Namun, masih ada satu tagihan lagi yang harus segera dibayar. Yakni, tagihan pembayaran air di PDAM. Murni melangkahkan kaki bergerak menuju kantor PDAM. Dengan kepala dipenuhi keringat, sampailah Murni dikantor PDAM. Ia menyodorkan tagihan dan menunggu dipanggil petugas. Hampir 5 menit menunggu, Murni langsung menyambangi karyawan. “Penggunaan air selama bulan ini Rp43.290 bu,” tegas karyawan. 
Ia kaget, mendengar nominal yang disampaikan karyawan PDAM. Tak terlalu banyak tanya, Murni memilih untuk membayarnya. Tetapi, setelah keluar, struk tagihan dari PDAM tak pernah lepas dari pengamatannya. Sesekali struk dilihat, sesekali direnungkan. Karena, nilai tagihannya terbilang tinggi. “Biasanya saya bayar hanya Rp29ribu. Dan sekarang naiknya cukup tinggi, karena sampai Rp43ribu. Padahal, pemakaiannya masih standar,”tutur pelanggan PDAM golongan II A. 
Tak hanya Murni, hal yang sama juga dirasakan langsung oleh Roimah. Ia merasa kaget dengan tagihan air dari PDAM. Lantaran, kenaikannya sangat tinggi dan kondisi itu terjadi mulai tahun 2014. “Sebelumnya paling tinggi itu hanya Rp20ribu. Tetapi, sekarang bayarnya sampai Rp26.300,” tutur pelanggan yang rumahnya masih berlantaikan tanah.
Tak hanya itu, ada juga pelanggan yang merasa heran. Karena, pada tahun 2005 ia masuk kategori rumah tangga golongan R2. Tetapi, mulai tahun 2014, status golongannya berubah menjadi R3. “Kalau golongannya masih sama IIA. Tetapi, yang berubah adalah golongan R3 nya,” ucapnya.  
Ia merasa, tahun 2005 dibawah Direktur Utama H. Supandi biaya tagihan PDAM masih sangat terjangkau. Namun, mulai sekarang, biaya penggunaan air minum sangat mahal. “Kami juga heran, abunemenya sudah naik. Terus, biayanya juga naik,” keluhnya. 
Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirta Aji Kabupaten Wonosobo, Retnoningsih mengatakan, sejak tahun 2014 ada kenaikan tarif. Hal itu diberlakukan sesuai dengan peraturan bupati ditangan Kholiq Arif. “Jadi untuk tarif 2014 itu berlakukanya dengan peraturan Bupati,” katanya.  

Dirasa Masih Terjangkau 
Prinsip dinaikkannya tarif pada 2014, kata Retnoningsih itu adalah keterjangkauan. Artinya, masyrakat masih bisa membayar tarif sesuai dengan air yang digunakan. ”Kita menghitung tariff yang pertama dengan prinsip keterjangkauan. Keterjangkauan itu berarti masyarakat bisa membayar air yang digunakan,” tuturnya. 
Menurut Retno, idealnya, standar rumah tangga itu 10 meter kibik.  Untuk menghitung 10 meter kibik terjangkau atau tidak, dasarnya adalah prosentase dari Upah Minimal Kabupaten. “Ketika pelanggan membayar masih dibawah 4 persen maka masih terjangkau. Misal, UMK Kabupaten itu Rp1juta, maka 40 persennya adalah Rp40ribu. Kalau pelanggan gunakan 10 meter kibik, kita hitung abunemenya Rp14ribu dan rumah tangga 2 per satu meter kibik Rp1350 maka totalnya adalah Rp27.500.  “Kalau mereka gunakan 10 meter kibik berarti Rp13.500 ditambah abunemen Rp14.000 total bayarnya adalah Rp27.500. Dari hitung-hitungan tersebut, dengan standar maksimal 40 persen dari UMK, secara otomatis masih terjangkau. Dasarnya, ada aturan dari Kemedagri, masyarakat menggunakan 10 meter kibik masih dibawah 4 persen dari UMK,”tuturnya. 

Nilai Ekonomi
Penetapan kenaikan tariff itu juga didasarkan pada fungsi ekonomi. Sebab, jangan sampai biaya yang sudah dikeluarkan tak sebanding dengan masukan. Apalagi, dengan harga kebutuhan barang yang semakin naik. Perkembangan harga-harga barang juga menjadi dasar kenaikan tariff. Jadi, kalau satu tahun kita investasi dengan biaya misalnya kita gunakan Rp20 miliar,  maka uang Rp20 miliar itu bisa menutup semua kebutuhan mulai dari, belanja pegawai, belanja pemeliharaan, belanja kimia dan belanja produksi. “Perhitungannya seperti itu,”terangnya. 
Menurutnya, ketika PDAM dalam jangka waktu satu tahun gunakan Rp20 M, harus didukung dengan produksi air nilainya berapa. Kalau dihitung sesuai Harga Pokok Produksi (HPP) maka modal Rp.20 Miliar mendapatkan 14 juta meter kibik. “Jadi 1 meter kibik harganya beban selama satu tahun dibagi produksi air dari situ muncul itungan kulaan PDAM,”terangnya.  

Golongan Pelanggan
Menurut Retnoningsih, pelanggan PDAM terbagi dalam beberapa golongan. Golongan tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tarif.  Meskipun mengedepankan nilai ekonomi, tetapi PDAM juga mengedepankan fungsi social. Misalnya, ada pemberian subsidi untuk masjid. “Untuk pelanggan khusus diberikan kepada tempat-tempat ibadah. Misal, masjid besar diberi subsidi sebesar 75 meter kibik.  Masjid dibawahnya mendapat subsidi 50 meter kibik dan mushola atau surau mendapat subsidi 25 meter kibik. Itu untuk pelanggan khusus,”tuturnya.
Golongan pelanggan lainnya adalah pelanggan rumah tangga. Untuk pelanggan rumah tangga terbagi dalam beberapa kategori. Diantaranya, pelanggan rumah tangga 1 dengan kriteria kondisi rumahnya dibawah 60 meter persegi, belum dikeraskan, masih belum permanen dan belum menggunakan listrik. Kemudian, paling banyak rumah tangga dua, rumahnya sudah permanen, tapi luasnya baru sekitar 65 lebih dan sudah menggunakan listrik.  Selanjutnya, rumah tangga 3 dan  empat yang kondisinya lebih bagus,”tuturnya. 
Tarif yang dikenakan kepada pelanggan disesuaikan dengan kelas. Kelas satu tarif dasar Rp1300, kelas dua tariff Rp1400, kelas 3 Rp.1450 dan kelas 4 Rp.1500. “Selain itu juga ada kelas progresif, ketika mereka menggunakan 10 meter kubik beda dengan menggunakan 20 meter kubik. Ketika gunakan 10 meter kubik  tarif normal,  gunakan diatas lagi selisih Rp50 rupiah,”tuturnya.  
Ada kenaikan terhadap progresif, progresif itu menyesuaikan. Kenaikan, sebenarnya tidak tinggi kalau dihitung. Karena, kisarannya hanya Rp2ribu. Kalau menggunakan air 15 meter kubik, pelanggan yang biasanya membayar Rp1300 kali 15 meter kubik tambah Rp19.500 abunemnya 14.000. “Ketika ada kenaikan penggunaan air, maka akan dinaikkan secara otomatis. Karena diatas 10 maka ditambah tidak Rp1350 jadi Rp1400 sehingga totalnya Rp21.000 ditambah Rp14.000 jadi Rp35ribu,”jelasnya. 
Selain itu, ada perbedaan bagi pelanggan yang terlambat dalam melakukan pembayaran. Denda yang dikenakan 10 persen atau minimal Rp5ribu.  “Pelanggan denda beda lagi, pembayaran itu setiap tagggal 1 sampai 15. Ketika tidak bisa membayar pada tanggal tersebut maka denda 10 persen atau minimal Rp5 ribu. Lebih dari dua bulan, lebih mahal lagi. Kalau tiga bulan harusnya diputus, tetapi kadang ada toleransi,”tuturnya.   

Miliki 27 Mata Air 
Retnoningsih menyebutkan bahwa sampai saat ini ada sebanyak 27 mata air yang dimiliki oleh PDAM. Akan tetapi, dari 27 mata air tersebut belum digunakan semuanya. “Dari 27 mata air tidak semuanya digunakan. Yang digunakan rata-rata 60 persen dari mata air itu. Jumlahnya, 1370 liter per detik,”tuturnya. 
Sesuai rumus yang berlaku, harusnya 1300 liter per detik itu bisa memberikan pelayanan terhadap 100.000 pelanggan.  “Sekarang jumlah pelanggan sudah ada 80.000 dan secara otomatis 1370 liter per detik sudah bisa memenuhi kebutuhan pelanggan,”tuturnya. 

Pendapatan 
Menurutnya, target pendapatan PDAM dihitung sesuai dengan golongan pelanggan. Hasilnya, selama satu bulan total pendapatanya mencapai Rp4,1miliar. “Setiap bulan total pendapatannya Rp4,1 Miliar, Itu dari semua golongan, mulai dari golongan rumah tangga, niaga, industri, sosial dan instansi pemerintahan,”katanya. 
Menurutnya, target pendapatan tahun ini dihitung dari target tahun lalu dengan kondisi bulan Desember. “Kami hitung pelanggan sosial ada berapa, penggunaan rata-ratanya berapa dikalikan jumlah pelanggan kali tarif terendah. Pelanggan rumah tangga satu misal, 4000 pelanggan dengan penggunaan kemarin rata-rata berapa, Misal 4000 kali rata-rata 12 meter kubik kali 12 bulan dalam  1 tahun dan muncul harga air,”jelasnya.  
Menurutnya, untuk laba yang diberikan kepada pemerintah daerah sebesar 55 persen dari laba bersih. “Untuk kas daerah, labanya Rp4,9 miliar. Masuk kas daerah 55 persennya yaitu Rp2,7 miliar,” terangnya. 
Disebutkan, biaya pengeluaran terbesar setiap bulannnya adalah gaji pegawai. Karena, untuk pegawai digaji selama 14 kali. Tambahan gaji pendidikan dan tunjangan hari raya. “Pengeluaran terbesar adalah gaji 1 kali sudah Rp1,6 Miliar. Untuk perbaikan mulai dari  perbaikan pipa-pipa yang keropos kita ganti, yang kecil dibesarkan nilainya tembus Rp7 milar satu tahun. Kemudian, Investasi satu bulan Rp500juta, untuk kimia satu tahun Rp200juta,”tutupnya.  

Debit Berkurang 

Menurutnya, masalah yang selama ini terjadi dan membuat debit air berkurang adalah musim kemarau panjang. Karena, pada Tahun 2015 kemarau di Wonosobo 7 smpai 8 bulan. “Jadi kami di sini mulai 2009 kurang lebih 7 tahun  baru dua tahun kemarau seperti itu. Pertama 2011 dan kedua 2015. Lha ini memang jendala kita debit mata air sebagian turun. Turunnya berbeda-beda, Ada 30 persen, ada 40 persen. Mudal, turunnya sampai 60 persen padahal mata air Mudal untuk mengaliri kota,” tuturnya.  
Menurutnya, khusus untuk Kota sudah di cadangkan dari Mangli  75 liter per detik  dengan system pompa. Kita tdak pernah memperhitungkan biaya pompa dan gratifikasi yang penting pelayanan lancar. “Kebetulan Agak menjadi kendala kota adalah, ini Sikanong digunakan 3 cabang. Garung, Mojotengah dan kota. Sudah kita bagi, sudah ada rumus bahwa  1 liter per detik digunakan untuk 70 pelanggan. Kendala, kita kedua selain debit air menurun. Ini kendala kita kehilangan air masih tinggi. Kemarin, 2014 kehilangan sampai 35 persen. Sekarangan dengan berbagai upaya turun 2 persen  jadi 33 persen. Tahun ini, targetnya turun 5,7 persen,”terangnya. 

Alat Ukur Eror 
Tingginya kebocoran itu lebih disebabkan karena adanya alat ukur yang eror. Karena, sejak awal dari pabrik datang ke PDAM sudah eror 5,7 persen. “Dipasang setahun erornya semakin tinggi. Jadi, Bacanya cepat tetapi air yang masuk lebih sedikit. Jadi, membaca 35 meter perdetik keluarnya hanya 30 meter per detik,”katanya. 
Selain itu, lokasi mata air yang jauh juga menjadi tingginya kebocoran. Karena, medannya sangat sulit dan tekanannya sangat tinggi. “Tekanan yang tinggi otomatis dibawahnya banyak kebocoran,”tuturnya.  
Selain itu, alat ukur milik pelanggan juga kadang tidak akurat. Ketika, air menetes dari alat ukur, secara otomatis meteran tidak jalan. Padahal, ada sebagian pelanggan yang gunakan air ngitir. “Kalau air ngitir sudah dihidupkan selama 1 bulan sudah sudah menyumbang kehilangan  air sekitar  5,7 meter kubik. Itu sudha diuji. Kalau netes terus selama satu bulan sudah menyumbang 570 liter,” jelasnya.  (red.Tawon.emil*)

No comments:

Post a Comment